Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo melakukan penelitian secara kolektif untuk menggali potensi wisata religi yang tersembunyi di Desa Deroduwur Kabupaten Wonosobo. Tim Penelitian Dosen kolektif ini terdiri dari Dr. Hj. Siti Prihatiningtyas, M.Pd sebagai ketua dengan anggota tim Drs. H. M. Mudhofi, M.Ag dan Uswatun Niswah, S,Sos.I., M.S.I.

Kabupaten Wonosobo merupakan daerah dengan banyak potensi destinasi wisata untuk dikembangkan. Kondisi geografis serta sosio kultural masyarakatnya menyimpan banyak potensi wisata yang tersembunyi dan masih perlu dirintis maupun dikembangkan menjadi destinasi wisata, di antaranya seperti wisata alam, wisata budaya, wisata minat khusus bahkan wisata religi.

Deroduwur sebagai salah satu desa yang terletak di Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo dengan luas wilayah 422 ha. berada di ketinggian kurang lebih 1.100 mdpl. Desa yang berjarak 8,9 km dari kota kecamatan dan 11,5 km dari ibukota kabupaten ini berbatasan dengan Gunung Bismo di sebelah utara, Desa Mojosari di sebelah selatan, Desa Derongisor dan Desa Slukatan di sebelah timur, serta Desa Krinjing di sebelah barat.

Di antara kawasan desa yang berada di Kabupaten Wonosobo, Desa Deroduwur menyimpan pesona potensi wisata religi yang masih tersembunyi. Di desa ini terdapat makam K.H. Muntaha, Al Hafidz atau yang dikenal sebagai Mbah Muntaha. Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Al Asyari’ah Kalibeber Wonosobo. K.H. Muntaha Al-Hafidz adalah ulama Indonesia yang memiliki julukan “Pecinta Al-Qur’an Sepanjang Hayat”, julukan tersebut ia terima karena hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk mendalami dan menyebarkan ajaran al-Qur’an. Keberadaan makam K.H. Muntaha Al Hafidz ini menjadi magnet dan daya tarik tersendiri untuk diziarahi, walau letaknya di kawasan perbukitan yang cukup jauh dari kota Wonosobo. Makam dengan ukuran 10 x 4 meter ini dalam kondisi cukup bagus, bersih dan terawat. Di sekitar komplek makam berdiri pusat Pendidikan Al-Qur’an, SMP dan SMA Takhasus Deroduwur yang berafiliasi dengan pondok pesantren Al Asy’ariyah Kalibeber. Terdapat pula makam K.H. Asy’ari (Ayahanda Mbah Muntaha) dan K.H. Mustahal Asy’ari (Adik Mbah Muntaha).  

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonosobo melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo sangat mendukung pengembangan Deroduwur menjadi Desa Wisata Religi. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya SK POKDARWIS Nomor: 04/DD/IV/2019 tertanggal 25 April 2019 dan SK KEPUTUSAN KADINPARBUD TENTANG PENGUKUHAN POKDARWIS Nomor: 556/016.2/2020 tertanggal 09 Januari 2020 yang menyatakan bahwa Deroduwur sudah dikukuhkan sebagai rintisan Desa Wisata Religi.

Meski sudah dikukuhkan sebagai rintisan Desa Wisata Religi, namun pengembangan potensi wisata religi ini masih perlu terus ditingkatkan agar dikenal khalayak lebih luas. Dengan demikian, perlu adanya strategi pengembangan daya tarik wisata di Desa Deroduwur agar lebih banyak diminati masyarakat dan dapat menarik wisatawan dari berbagai penjuru daerah.

Kepala Disparbud Kabupaten Wonosobo, Agus Wibowo, S.Sos menerangkan bahwa upaya pengembangan destinasi wisata perlu dilakukan sesuai dengan prinsip pengelolaan pariwisata. Di antaranya dengan konsep 3A yakni atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Sehingga pengelolaan berjalan baik dan destinasi tersebut banyak diminati.

Berdasarkan hasil penelusuran, Tim Penelitian Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo menemukan potensi-potensi pendukung pengembangan wisata di Desa Deroduwur. Selain potensi wisata religi yang masih tersembunyi dan perlu dieksplor ke khalayak lebih luas lagi. Desa Deroduwur juga menyimpan banyak atraksi budaya dan kesenian yang bisa dijadikan sebagai daya tarik wisatawan untuk berkunjung.

Hampir setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Deroduwur tidak terlepas dari seni dan budaya yang bahkan sudah menjadi bagian dari masyarakat. Seiring perkembangan zaman, kesenian di Desa Deroduwur semakin berkembang. Hingga saat ini, tidak kurang dari sepuluh kelompok seni yang berkembang. Mulai dari kelompok seni Kuda Kepang, Jurus Klasik, Rebana, Arab-araban hingga Gambus. Namun tantangan bagi pegiat dan kelompok seni yang ada adalah bagaimana mampu menginovasi seni tersebut dan mengemasnya lebih menarik agar dapat dikenal masyarakat lebih luas.

Selain itu, Desa Deroduwur juga menyimpan banyak cerita sejarah dan legenda yang dipercaya masyarakat. Namun sayangnya masih banyak yang belum terungkap dan memiliki banyak versi sehingga belum ada sejarah yang paten.

Desa Deroduwur juga menyimpan potensi alam yang indah. Potensi wisata alam ini bisa dinikmati melaui Kawasan Wisata Pendakian Gunung Bismo, tepatnya melalui Dusun Buntu. Pembukaan jalur pendakian ini dimulai tahun 2019, dan dikelola oleh kelompok pecinta alam Desa Deroduwur (Derpala). Pendakian Gunung Bismo menuju puncak Gunung Bismo yang memiliki ketinggian 2365 mdpl, memiliki jalur dibagi ke dalam empat pos. Pos I yang dinamakan Igir Posong dengan ketinggian 1555 mdpl merupakan batas lading yang dikelola oleh warga dan hutan asri Gunung Bismo. Pos II yang dinamakan Pos Alang-alang Mesra memiliki ketinggian 1765 mdpl. Pos III atau Pos Rimba Sakti dengan ketinggian 1899 mdpl merupakan pos yang dapat dijadikan camp area oleh pendaki. Pos IV merupakan pos terakhir sebelum puncak Gunung Bismo dengan ketinggian 2204 mdpl para pendaki dapat mendirikan tenda, karena merupakan camp area yang luas dan yang paling dekat dengan puncak Gunung Bismo.

Reporter: Uswatun Niswah

Categories: Berita